ADAKAH "PERAYAAN NISFU SYA'BAN?"
*Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban dengan Shalat dan Do’a? (tambahan: Bahkan ada yg mengkhususkan membaca Yasin 3x, subhanallah). Mari kita kaji bersama..*
.*Sebagian ulama negeri Syam ada yang menganjurkan untuk menghidupkan atau memeriahkan malam tersebut dengan berkumpul ramai-ramai di masjid. Landasan mereka sebenarnya adalah dari berita Bani Isroil (berita Isroiliyat).*
*Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya’ban dengan shalat, berdo’a atau membaca berbagai kisah untuk menghidupkan malam tersebut adalah sesuatu yang terlarang. Mereka berpendapat bahwa menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan berkumpul di masjid rutin setiap tahunnya adalah suatu amalan yang tidak ada tuntunannya (bid’ah).*
*Namun bagaimanakah jika menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan shalat di rumah dan khusus untuk dirinya sendiri atau mungkin dilakukan dengan jama’ah tertentu (tanpa terang-terangan? Sebagian ulama tidak melarang hal ini. Namun, mayoritas ulama di antaranya adalah ‘Atho, Ibnu Abi Mulaikah, para fuqoha (pakar fiqih) penduduk Madinah, dan ulama Malikiyah mengatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya (bid’ah).* (Lathoif Al Ma’arif, 247-248).
Dan di sini pendapat mayoritas ulama itu lebih kuat dengan beberapa alasan berikut:
*Pertama, tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam nishfu Sya’ban. Bahkan Ibnu Rajab sendiri mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.”* (Lathoif Al Ma’arif, 248).
*Seorang ulama yang pernah menjabat sebagai Ketua Lajnah Ad Da’imah (komisi fatwa di Saudi Arabia) yaitu Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Hadits yang menerangkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits yang lemah (dhaif) yang tidak bisa dijadikan sandaran. Adapun hadits yang menerangkan mengenai keutamaan shalat pada malam nishfu sya’ban, semuanya adalah berdasarkan hadits palsu (maudhu’). Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh kebanyakan ulama.”* (At Tahdzir minal Bida’, 20).
*Begitu juga Syeikh Ibnu Baz menjelaskan, “Hadits dhoif barulah bisa diamalkan dalam masalah ibadah, jika memang terdapat penguat atau pendukung dari hadits yang shahih. Adapun untuk hadits tentang menghidupkan malam nishfu sya’ban, tidak ada satu dalil shahih pun yang bisa dijadikan penguat untuk hadits yang lemah tadi.”* (At Tahdzir minal Bida’, 20)
*Kedua, ulama yang mengatakan tidak mengapa menghidupkan malam nishfu sya’ban dan menyebutkan bahwa ada sebagian tabi’in yang menghidupkan malam tersebut, sebenarnya sandaran mereka adalah dari berita Isroiliyat. Lalu jika sandarannya dari berita tersebut, bagaimana mungkin bisa jadi dalil untuk beramal[?]*
*Juga orang-orang yang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban, sandaran mereka adalah dari perbuatan tabi’in. Kami katakan, “Bagaimana mungkin hanya sekedar perbuatan tabi’in itu menjadi dalil untuk beramal[?]”* (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 296)
*Ketiga, adapun orang-orang yang berdalil dengan pendapat bahwa tidak terlarang menghidupkan malam nishfu sya’ban dengan shalat sendirian sebenarnya mereka tidak memiliki satu dalil pun. Seandainya ada dalil tentang hal ini, tentu saja mereka akan menyebutkannya.*
*Maka cukup kami mengingkari alasan semacam ini dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:*
*“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”* (HR. Muslim no. 1718)
*Ingatlah, ibadah itu haruslah tauqifiyah yang harus dibangun di atas dalil yang shahih dan tidak boleh kita beribadah tanpa dalil dan tanpa tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.* (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 296-297)
*Keempat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:*
*“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.”* (HR. Muslim no. 1144)
*Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah, tentu malam Jum’at lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam Jum’at lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan hari Jum’at adalah hari yang lebih baik dari hari lainnya karena dalam hadits dikatakan, “Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at.”* (HR. Muslim).
*Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar jangan mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya dengan shalat tertentu, hal ini menunjukkan bahwa malam-malam lainnya lebih utama untuk tidak boleh dikhususkan suatu ibadah di dalamnya kecuali jika ada suatu dalil yang mengkhususkannya.* (At Tahdzir minal Bida’, 28)
*Syeikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Seandainya malam nishfu sya’ban, malam jum’at pertama di bulan Rajab, atau malam Isra’ Mi’raj boleh dijadikan perayaan (hari besar Islam) atau ibadah lainnya, TENTU Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberi petunjuk kepada kita umat Islam mengenai hal ini atau beliau sendiri merayakannya. Jika memang seperti itu beliau lakukan, tentu para sahabat radhiyallahu ‘anhum akan menyampaikan hal tersebut pada kita umat Islam dan tidak mungkin para sahabat menyembunyikannya. Ingatlah, para sahabat adalah sebaik-baik manusia di masa itu dan mereka paling bagus dalam penyampaian setelah para Nabi ‘alaihimus shalatu was salaam.*
*Dan kalian pun telah mengetahui sebelumnya, para ulama sendiri mengatakan bahwa tidak ada satu dalil yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para sahabat yang menunjukkan keutamaan malam jumat pertama dari bulan Rajab dan keutamaan malam nishfu sya’ban. Oleh karena itu, menjadikan hari tersebut sebagai perayaan termasuk amalan yang tidak ada tuntunannya sama sekali dalam Islam.”* (At Tahdzir minal Bida’, 30).
.
.
*Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kaum muslimin yang masih ragu dengan berbagai alasan ini.*
.
.
*Amalkan, Sebarkan ✓*
Sumber : https://rumaysho.com/386-kekeliruan-di-malam-nishfu-syaban.html
.
.
.
:. tugas kita disini hanya menyampaikan pendapat yg shahih, jika ada pendapat lain tafadhol. Kita berlepas diri dari pertanggung jawaban hari kiamat, Allahu a'lam.
No comments:
Post a Comment